
Tantangan Limbah Makanan dan Dampaknya terhadap Perubahan Iklim
Di tengah upaya global untuk mengatasi perubahan iklim, ancaman emisi gas metana menjadi perhatian serius. Gas metana merupakan komponen terbesar kedua dari gas rumah kaca yang dihasilkan oleh limbah makanan (Wisanggeni et al., 2022). Setiap tahunnya, sekitar 1,3 miliar ton makanan terbuang secara sia-sia di seluruh dunia (Blakeney, 2019).
Menurut data dari Statista yang bekerja sama dengan United Nations Environment Programme, Indonesia menempati peringkat keempat sebagai negara dengan jumlah limbah makanan terbesar, yaitu 20,94 juta metrik ton, berada di bawah China, India, dan Nigeria. Pada tahun 2022, sisa makanan menyumbang 40,59% dari total produksi sampah nasional.
Gas metana yang dihasilkan dari limbah makanan memiliki dampak 25 kali lebih berbahaya bagi bumi dibandingkan dengan karbon dioksida dari kendaraan bermotor (Wisanggeni et al., 2022). Sejalan dengan hal tersebut, Executive Director United Nations Environment Programme, Inger Andersen, menegaskan bahwa limbah makanan menjadi salah satu penyumbang utama dalam berbagai krisis global, termasuk perubahan iklim (Clementine et al., 2021).